Jumat, 23 November 2007

Peran Umat Islam dalam Gerakan Demokratisasi di Burma

Meskipun aksi demontrasi pada bulan September yang lalu di Rangoon dipimpin oleh para Bikhu, namun umat Islam di Burma turut membantu dengan menyediakan air minum bagi para Bikhu, yang berarti menunjukkan dukungan mereka terhadap aksi damai tersebut. “Saya melihat beberapa orang muslim berlutut dan memberikan penghormatannya kepada para Bikhu Budha”, kata Pan Cha, seorang pebisnis Burma Sikh yang datang ke perbatasan Thailand-Burma awal Oktober setelah mengikuti aksi demonstrasi tersebut.

Dalam konteks gerakan pro-demokrasi di Burma, penting untuk mengingat peran kaum muslim Burma. Menurut warga dan para wartawan yang melihat aksi demonstrasi, banyak kaum muslim terlibat dan mengikuti demonstrasi dan mereka turut mendapatkan perlakuan buruk dari militer Burma. Dalam sebuah rekaman video yang ditayangkan di seluruh dunia, tentara terlihat memukul dan menendang seorang pemuda muslim yang membungkung di tanah. Mereka memukulinya dengan tongkat dan menendang secara brutal. Pan Cha yang membantu mengorganisir keamanan bagi demonstran, mengatakan bahwa seorang menteri Burma meminta kepada kelompok pro-Junta, the Union Solidarity and Development Association (USDA) untuk memukul setiap orang islam yang terlibat dalam aksi demo, karena umat Islam bukan merupakan anggota USDA.

Dia ingin mengatakan bahwa ketika kaum muslim melihat para Bikhu Budah berdemonstrasi pada tanggal 18 September, banyak umat Islam yang ingin membantu, namun khawatir akan menimbulkan dampak negative bagi seluruh umat Islam di Burma. Mereka khawatir hal ini akan menyebabkan Kala Burma Adigayone (Kerusuhan antara Muslim-Budha) dan akan menciptakan masalah bagi seluruh umat Islam di Burma (Kala adalah sebutan bagi kaum muslim dan India di Burma).

Melihat fenomena kegairahan kaum muslim di Rangoon, Pan Cha mulai member motivasi mereka agar tidak takut kepada Pemeirntah, dengan mengatakan bahwa mereka sedang memperjuangkan hak seluruh rakyat Burma. Pada aksi tanggal 19 September, banyak kaum muslim mengikuti aksi demo setelah meeka selesai sholat dan membantu para Bikhu dengan member air, handuk basah serta buah pinang. Sementara beberapa muslim yang kaya, mereka membantu demonstran dengan menyediakan telepon seluler untuk mempermudah komunikasi antar demonstran. Beberapa mereka yang memiliki mobil juga membantu memblokir truk militer yang mengangkut demonstran yang ditawan, dan mencoba membantu mereka melarikan diri ketika konvoi militer tersebut dihentikan. Mereka mempertaruhkan nyawa demi para demonstran.

Menurut kelompok generasi mahasiswa 88, setidaknya 7 orang muslim dikenai tuduhan penghasutan atas dukungan mereka kepada demonstran. Saat ini mereka ditahan di Pabedan. Pan Cha juga mengtakan bahwa sebelum ia meninggalkan Burma pada tanggal 4 Oktober, dia mengetahui ada 30-an orang muslim yang dirawat akibat pemukulan dalam aksi demo. Ada lebih dari 100 orang muslim yang ditahan, katanya.

Kaum muslim telah memiliki peran dalam gerakan demokrasi di Burma, bahkan sebelum Burma merdeka. Semua siswa yang belajar sejarah mengetahui cerita Abdul Razak. Lebih dikenal sebagai U Razak, dia adalah Kepala Sekolah Mandalay Central National High School dan menjadi menteri pendidikan dan perencanaan nasional sebelum pemerintahan merdeka. Dia juga pemimpin the Anti-Fascist Pepole’s Freedom League di Mandalay.

Dia meninggal pada umur 49 tahun, dalam sebuah insiden penembakan tanggal 19 Juli 1047, bersama pemimpin perjuangan kemerdekaan Burma, Jendral Aung San dan tujuh anggota cabinet dan rekan-rekan mereka. Hari tersebut saat ini diperingati sebagai “Martyrs’ Day”.

Sebagai kelompok minoritas, muslim di Burma acapkali mendapatkan perlakuan diskriminatif. Pemerintah Burma secara terus menerus mempromosikan ultra-nasionalisme dan menggunakan agama sebagai alat politik. Pemerintah Burma tidak akan memberikan status kewarganegaraan keapda umat Islam.

Pemimpin Junta, Jendral Than Shwe terkenal karena memandang rendah terhadap umat Islam dan komunitas China yang tinggal di Burma. Bagaimanapun, kebanyakan orang cina di Burma adalah pebisnis dan tidak terlibat secara langsung dalam demo September. Di Mandalay, ribuan rumah orang cina tutup selama aksi protes, dmana hal tersebut menunjukkan bahwa mereka tidak mendukung aksi demo. Sementara di lain pihak, kelompok minoritas muslim beran aktif dalam aksi demo tersebut. “kita tidak bias mengatakan bahwa aksi demo tidak ada kaitannya dengan kaum muslim hanya karena aksi tersebut dipimpin oleh para Bikhu Budha”, kata Pan Cha menyimpulkan. “Kita hidup bersama di Burma dan tidak perlu saling mendiskriminasikan satu sama lain. Kita harus bekerja sama untuk mewujudkan demokrasi”.

sumber: Irrawaddy: The role of Muslims in Burma’s democracy movement - Shah Paung, Mon 12 Nov 2007

Tidak ada komentar: